Perjalanan semalam sampai di desa Sembalun cukup mengesankan, dan semuanya berjalan dengan lancar.....
Mentari pagi di Plawangan Sembalun |
selfie: saya tidak menyia-nyiakan untuk mengabadikan pemandangan ini |
camping ground di Plawangan Sembalun |
bertahan |
POS SEMBALUN
Berlokasi di desa Sembalun yang merupakan salah satu pintu pendakian menuju Rinjani, Pos ini cukup sederhana, bangunan semacam balai desa dengan miniatur Gunung Rinjani serta peta dan foto-foto tampak di dinding-dinding bangunan. Sambil melepas lelah sejenak, kita melihat informasi-informasi yang ada sambil mengisi formulir pendakian. Cukup hanya dengan membayar 10 ribu (murah banget), kita sudah mendapat satu kitir pendakian.
Setelah mendapat pengarahan dari petugas, kita meninggalkan pos dan memulai pendakian ini. Seharusnya pendakian dimulai di samping pos tersebut, hanya saja sopir yang mengantar kita memberi tumpangan ke desa terdekat yang lebih dekat menuju pos 1.
kartu tanda masuk pendakian Rinjani |
SAVANAH SEMBALUN
Mengawali pendakian ini, kita disuguhi hamparan savanah yang menguning, begitu luas dan cantik. Cantik, ilalang itu menyelimuti kontur bukit dan lembah, ada keinginan untuk berguling-guling disana dari atas sampai bawah bila tidak ingat perjalanan masih panjang :p Kami mengikuti jalan setapak yang sudah jelas, beberapa rombongan baik itu sekala banyak ataupun yang hanya berkelompok 2-3 orang mengiringi perjalanan kami. Beberapa menggunakan porter, memikul perbekalain: tenda, makanan, ransel, kompor. Kami berdua yang baru pertama kali mendaki dan kemping justru tidak menggunakan porter sama sekali. Nekad!!
savanah Sembalun: padang ilalang itu menyeliumuti lereng dan bukit |
Cukup lama kita berisitirahat sambil makan siang di pos 2, perjalanan lanjut ke pos 3. Berjarak sekitar 1 jam 40 menit dengan kontur naik yang landai tetap di hiasai padang savanah. Pos ini merupakan pos terakhir sebelum kita naik "7 bukit penyesalan", entah mengapa bukit ini dinamai demikian. Dari yang sudah saya baca di beberapa blog, bukit ini memang mempunyai tantangan yang luar biasa sebelum sampai di Plawangan Sembalun.
7 BUKIT PENYESALAN
Konon, setiap kita menegadah ke atas, sepertinya tanjakan sudah selesai tetapi begitu sudah sampai diatas ternyata masih ada tanjakan serupa. Dan ini terjadi sampai 7 kali. Saya benar-benar tidak menghitung ada berapa bukit disana, atau, karena lelah yang luar biasa membuat saya tidak ingin menggunakan otak untuk mengingat-ingat jumlah bukit yang sudah saya lalui. Yang saya tau dan rasakan, maksudnya kami berdua, adalah CAPEK.
Memulai perjalanan mendaki 7 Bukit Penyesalan |
7 Bukit Penyesalan mulai berkabut |
capeeeekkkk!!! |
Mulai jam 10 pagi tadi di desa Sembalun, sampai jam 4 sore di Pos 3 sudah cukup menguras tenaga kita. Dimana tiap ransel berbobot hampir 10 KG, belum lagi kita tidak pernah latihan hiking, walaupun hampir tiap hari saya ngegym tapi tetap ini LUAR BIASA.
Bukit ini ditumbuhi pohon-pohon cemara, cukup rindang walaupun kita tidak merasakan rindang karena hari sudah mulai malam. Senter sudah mulai kita nyalakan, lampu-lampu itu berhamburan diantara pepohonan membuat pemandangan unik tersendiri.
Anton yang dari tadi cukup semangat, akhirnya harus luluh juga "sudah ko, aku mau tidur dulu!" tergeletaklah dia diantara pohon-pohon cemara, saya hanya bisa menunggu sambil meregangkan otot-otot kaki. Sampai ketua rombongan yang dari tadi bersama kita memecahkan suasana: "ayo mas, bangun, jangan tidur disini. Sudah deket kok!!" Akhirnya kita pun bergegas, tidak berapa lama kita sudah menemukan camping ground Plawangan Sembalun. Sudah banyak tenda-tenda disana dan kita langsung mendirikan tenda diantaranya.
PLAWANGAN SEMBALUN
Capek yang luar biasa setelah hampir 10 jam pendakian dari Desa Sembalun menuju Plawangan Sembalun, membuat saya mati rasa dan ingin cepat-cepat merebahkan badan. Walaupun perut kosong, badan sudah tidak kompromi untuk beristirahat. Anton yang juga kelelahan dan kelaparan cuman aku janjiin untuk makan, dan sampai keesokan harinya baru sadar kalau semalam belum makan apa pun, hanya secangkir kopi 3 in 1 dari tenda sebelah.
Pemandangan lembah Sembalun dari Plawangan |
Danau Segara Anakan: pemandangan dari tenda yang kita dirikan semalam |
mandi hangat mentari pagi |
Anton dan tenda biru :) |
Portable toilet, ini disediakan oleh porter untuk tamunya. |
Udara dingin yang menusuk sampai tulang membuat saya tidak bisa tidur, sleeping bag yang tadinya saya pakai untuk alas tidur akhirnya saya gunakan selimut bagai kepompong. Bodoh, ini memang jadi satu pengalaman, ternyata manfaat sleeping bag itu bukan untuk alas tidur, tetapi untuk selimut. Tidak butuh se-empuk apapun alas tidur kita di tenda kalau kedinginan ya tetep aja ga bisa tidur.
Pagi hari, saya terbangun oleh keributan diluar sana. Beberapa porter tenda sebelah sudah mempersiapkan makan pagi untuk tamunya, dan sedikit keributan candaan mereka. Begitu keluar dari tenda, oh my God, diluar sana mentari baru muncul dan danau Segara Anakan cukup jelas terlihat dari atas sini. Semalam gelap, tidak sadar kalau di depan kita ada pemandangan sedemikian menabjubkan.
Inilah keindahan lukisan Tuhan, sekali waktu kabut datang menyelimuti. Dan Kami pun menghabiskan waktu sejenak di Plawangan Sembalun, melihat hamparan savanah yang kita lalui kemarin. Indahnya luar biasa, duduk bermandi sinar mentari pagi.
Kami tidak melanjutakn untuk mendaki puncak Rinjani, dibutuhkan sekitar 2-3 jam untuk kesana. Setelah makan pagi dengan secangkir kopi dan semangkok sereal, kita berkemas. Selanjutnya adalah menuruni Plawangan Sembalun menuju Danau Segara Anakan.
semua pertanyaan boleh di mantion ke twitter @travelwithsugi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar