Laman

28 Juni 2011

beda kurs antar kartu kredit


catatan Sugi.....

disini saya pengen share sama teman-teman, berdasarkan pengalam saya menggunakan kartu kredit untuk pembelian dengan mata uang asing. Pertama saya sama sekali tidak menyadari kalau kurs mata uang asing sangat berpengaruh, saya pikir semua bank akan memberlakukan kurs yang sama atau kalau tidak beda-beda tipis. Tapi ternyata kurs antar bank sangat beda jauh, ini catatan saya untuk kalian....

Pada satu hari saya pernah bertransaksi untuk pembelian tiket airlines dengan mata uang USD yang saya bagi menjadi dua transaksi karena ada batasan limit tiap kartu kredit. pada saat tagihan muncul, betapa kagetnya melihat selisih kurs sampai 200 rupiah per 1 dollar US. Kalau di hitung-hitung selisih tersebut beda 700 ribuan lebih, wah sayang banget. Kemudian saya komplain ke bank "SC" dan mereka merespon kalau beda kurs tersebut dikarenakan "visa" dengan "master". Oke, saya pikir ya udah lah, bisa jadi pengalaman!!

Berikutnya saya juga ada pembelian tiket USS dengan menggunakan promo master card, dan ini pula saya bagi menjadi beberapa kartu kredit. Ternyata walaupun sama-sama keluaran master card dengan bank yang berbeda, kurs tetap selisih 200 rupiah. Ow no.... Ternyata beda kurs yang nentuin si banknya, bukan karena "visa" or "master card".

Pengalaman yang lain adalah pada saat pengambilan cash melalui mesin ATM di luar negri. Sebenarnya setiap kali ke LN, saya selalu prepare cash dari Indo. Cuman pengalaman kemarin terakhir ke Melaka ada kekurangan cash, maka dengan terpaksa saya mengambil melalui mesin ATM disana. Sesampai di Indo saya langsung cetak transaksi tersebut, ternyata kurs yang di pakai cukup fair. Malah murah menurut saya.

Dari pengalaman ini sebaiknya kita lebih pintar menggunakan kartu kredit.

21 Juni 2011

Malacca yang tertinggal: Nasi Daun Pisang




hari terakhir di Melaka, kita masih punya waktu sampai sore untuk kembali ke LCCT dan pulang dengan last flight jam 10. Our newlywed, Mr and Mrs Tan ngajak kita buat lunch di restoran India. Kita sih ho-oh aja, karena memang di Surabaya jarang sekali ada depot-depot khas India. Siang itu setelah packing koper dan checkhing out dari Guest House, kita langsung meluncur ke down town.

Restoran Saravanna, south Indian cuisine "Chettinadu King" begitu tulisan di depan papan restoran. Di dalam resto udah banyak sekali numplek blek orang-orang India dan cuman terlihat satu rombongan kecil Chinese plus rombongan kita :)

Kali ini saya pesan nasi briani, nasinya coklat dengan bumbu kare dan di dalamnya terdapat satu potong ayam kare. Acar dan beberapa jenis sambel (merah dan ijo), krupuk, buah semangka, cabe kering serta bumbu-bumbu khas India di bagikan juga menjadi pelengkap. Yang menarik justru cabe keringnya, dengan rasa yang asin. Mantab!!! Kalau nasi brianinya sendiri, menurut saya salah pilih :( Terus terang saya tidak begitu suka, yah paling tidak buat pengalaman.

Selain itu kita bisa pilih nasi putih biasa dan nanti di siram bumbu-bumbu kare, lauknya pun boleh pillih sesuai selera. Seperti kalau kita pesen nasi pecel plus lauk yang bisa di pilih sendiri, hehehehe...

Ada satu culture, bila kita merasa puas dengan makanan yang dihidangkan sebaiknya daun pisang kita tutup dari atas ke bawah. Begitu pula sebaliknya, bila merasa tidak puas daun pisang di lipat ke atas. Nice!!

18 Juni 2011

BAKCANG


Hari ini adalah hari BAKCANG nasional, hehehhe. Ga tau juga ya kenapa kog hari ini dinyatakan sebagai hari bakcang.

Eh, iya! Mungkin tidak semua tau bakcang itu apa, tapi bagi kami yang keturunan Chinese sudah menjadi santapan yang biasa saat ada perayaan-perayaan khusus. Dan bahkan sekarang sudah dapat di jumpai tiap hari di supermarket atau depot-depot masakan Cina. Mungkin kalau di Indonesia makanan yang menyerupai bakcang adalah ketupat atau lemper, bentuknya mirip ketupat tapi isinya lebih mirip lemper.

Bakcang sendiri aslinya terbuat dari beras ketan dan dalamnya diisi daging atau telor dan jamur kemudian dibungkus dengan daun bambu. Bentuknya segitiga mirip piramid gitu deh... Dan sekarang adapula yang terbuat dari beras, jadi mirip makan lontong isi. Ada pula yang hanya beras ketan aja dan dimakan dengan gula jawa, yang ini lebih mirip kue lapis (madura) disebut Kwe Cang.

Wah, ternyata banyak juga ya macam-macam bakcang. Ada satu lagi bakcang yang di bungkus daun teratai, isinya hampir mirip-mirip juga, banyak di jumpai di restoran-restoran yang menyediakan dim sum. Kalau ini biasanya disebut dengan Lo Ma kai.

Hari ini, mama khusus buatin bakcang yang isinya daging babi kecap. Dulu waktu saya masih tinggal di rumah mama sering juga bantuin buat mbungkus bakcang ini. Selesai membuat bakcang biasanya tangan jadi kasar akibat daun bambu yang banyak duri halusnya.

15 Juni 2011

One Day in Malacca: A'Famosa






catatan ketiga :)


Setelah menikmati pemandangan kota Melaka dari ketinggian di Menara Taming Sari, saatnya untuk cooling down. Secara saat itu udara Melaka memang sangat panas....

Di sebelah timur Taming Sari ini terdapat Mall yang cukup terkenal di Melaka, Dataran Pahlawan namanya. Uniknya diatas Mall ini terdapat lapangan rumput hijau, oleh karena itu mereka menyebutnya dataran (=lapangan). Memang tadinya Mall ini adalah lapangan sepak bola kata Uncle Ronald, dan sekarang sudah beralih fungsi menjadi Mall.

Dataran Pahlawan cukup lengkap dengan branded store dan beberapa Outlet Store yang harganya cukup miring. Selain itu disini juga dilengkapi beberapa foodcourt dan fast food, bahkan ada beberapa resto dan cafe juga. Ada juga Craft Market, Electronic store, wah pokoknya cukup lengkap deh...

Di sebrang jalan terdapat Mall satu lagi yaitu Mahkota Parade yang lokasinya menjadi satu dengan Mahkota Hospital dan Mahkota Hotel. Rumah sakit ini cukup terkenal bahkan banyak pasien yang datang dari luar Malaysia terutama dari Dumai (Sumatra) dan sekitarnya.

Setelah beberapa jam mengublek isi Dataran Pahlawan, tanpa sengaja saya menemukan A'Famosa yang merupakan benteng peninggalan Portugis. Tadinya saya mau cari toilet, eh gak taunya malah nemu lokasi wisata yang cukup terkenal ini :) Karena udah sore sekitar jam 4 atau 5 waktu setempat, matahari udah mulai turun dan banyak sekali wisatawan yang mengabadikan foto di benteng ini. Suara lagu dari becak-becak yang penuh bunga warna-warni ikut meramaikan suasana.

Puas menikmati A'Famosa, kita lanjut naik ke atas bukit dimana terdapat makam Belanda dan runtuhan gereja St. Paul. Menaiki anak tangga yang landai, kita berusaha sesantai mungkin untuk sampai di atas. Pemandangan di sini cukup menarik dan menjadi obyek untuk foto wedding. Dutch Cemetery bisa menjadi obyek wisata, dilihat dari batu nisannya makam ini ada antara tahun 1800-an.

Ruins of St. Paul's Church
Kalau dipikir-pikir bangunan ini mirip dengan ruins of St. Paul di Macau yang lokasinya diatas bukit dan juga sama-sama sudah runtuh. Hanya saja disini yang runtuh hanya atapnya saja, sedangkan bangunannya masih tetap utuh. Di dalam gereja berjejer batu nisan yang sangat tinggi, rata-rata setinggi 2 meter. Keindahan gereja St. paul berkurang lantaran di lokasi ini dibiarkan penjual yang mengelar dagangannya di dalam gereja :( sungguh disayangkan.

Persis di depan gereja terdapat St. paul Statue dengan tangan yang sudah hilang. Dari atas sini kita bisa melihat segala penjuru Melaka dan menikmati sunset.

Selesai menikamati pemandangan dari atas bukit, kita menuruni anak tangga menuju Christ Church atau rumah merah tadi. Anak tangga ini berbeda dengan anak tangga yang kita naiki dari A'Famosa. Cukup lelah seharian ber-"pusing-pusing" di Melaka, maka kita ambil circle fountain di depan Christ Church untuk melepas lelah. Sengaja kita balik ke sini lagi karena memang mau menuju Jonker Walk di malam hari. Lucky we are bisa melihat Rumah Merah saat siang dan petang dengan suasana yang berbeda.

next to JONKER WALK a famous walking street at weekend
Jalan ini merupakan daerah pecinan di Melaka, banyak sekali bangunan-bangunan tua di sepanjang jalan. Mirip Kya Kya di Kembang Jepun dulu, cuman disini lebih banyak menjual barang-barang seperti baju dan art craft. Selain itu juga ada penjual snack-snack dan cendol yang terkenal itu.

Rumah Baba Nyonya juga terletak di jalan ini, hanya saja saya tidak sempat untuk mampir. Oya, jangan lewatkan untuk cobain makanan-makanan yang di tawarkan oleh beberapa kedai makanan. Waktunya wisata kuliner dan belanja-belanja.... :D





- T H E E N D -

10 Juni 2011

part 2: One Day at Malacca

catatan Sugi selanjutnya....

Selesai menikmati Chicken Rice Ball, kita menuju Menara Taming Sari. Dari kejauhan menara ini memang nampak menjulang tinggi, sebelum sampai disana kita melewati beberapa tempat obyek wisata.

Information Centre
Lokasinya tidak jauh dari Rumah merah yang merupakan pertigaan strategis. Sejauh mata memandang memang dikelilingi oleh obyek wisata di Melaka. Tadinya saya mau ambil Free Maps di sini, tapi baru keinget kalo hari itu adalah Jumat jadi mereka istirahat sampai jam 3 sore.Di sana juga terdapat benteng dengan beberapa meriam, tidak jelas nama benteng ini apa ya??!! Diseberangnya terdapat sungai Melaka dimana merupakan jalur Melaka River Cruise. Sedang diseberang jalan kita bisa melihat Gedung Putih dengan bongkahan sisa-sisa batu bata di halamannya. Di sisi selatan adalah Dataran Quayside...

Quayside....setelah Benteng tadi terdapat "Dataran Quayside" dengan fountain kecil memanjang dan dilengkapi moderen halte bus (seperti di Singapore). Quayside ini berada di sepanjang sungai Melaka, di situ terdapat kincir air dari kayu dengan pohon-pohon teduh. Cukup nyaman berlama-lama di sini sambil "ngadem" dari terik matahari, tidak lupa sambil nyeruput es degan :)Di sepanjang jalan Quayside ini terbuat dari kayu dengan bangku-bangku kayu menghadap ke arah sungai. Di seberang sungai terdapat hotel Casa Del Rio bergaya Mediterania, cukup cantik. Sedangkan di balik itu terdapat Craft Market yang menjual barang-barang kerajinan tangan, mirip pasar Sukowati di Bali.Bila mau menikmati Melaka River Cruise bisa naik dari sini, note: sebaiknya naik pas malam hari, selain tidak terik matahari kita akan disuguhi cantiknya pendaran warna-warna lampu di sepanjang sungai.
Di ujung jalan Quayside kita akan menemukan Maritime Museum.....

Maritime MuseumAtau disebut juga Museum Kapal, Museum ini mirip seperti museum Kapal selam di Surabaya. Hanya saja bentuknya memang perahu kayu jaman Abda 16-an. Untuk menikmati museum ini cukup bayar RM 3 (dewasa) dan RM 1 (anaik-anak), itu pun sudah termasuk museum Maritim di sebelahnya. Seperti kebanyakan museum, kita disugguhi diorama dan cerita-cerita sejarah mengenai kejayaan Melaka di abad ke 16.
Lucunya kita diberi dua kantong plastik saat bayar tiket, saya pikir untuk beli merchandise di dalam. Ternyata oh ternyata, kita harus lepas sepatu saat masuk museum. Jadi fungsi kantongan tadi untuk menyimpan sepatu kita, heheheh... *weird*

Menara Taming SariAkhirnya kita sampailah di Menara Taming Sari, untuk masuk ke obyek wisata ini cukub bayar RM20 (dewasa) dan RM10 (anak-anak). Cukup murah jika dibandingkan dengan Tiger Sky Tower di Sentosa Island, secara kurs SGD juga dua kali lipat dari pada MYR :p Selama kurang lebih 10 menit kita bisa menikmati seluruh pemandangan kota Melaka dari ketinggian. Cukup bagus dan worthed banget.
Di pintu masuk Taming Sari juga terdapat Tourism Information Centre, akhirnya dapat juga free maps disini :)

next to DATARAN PAHLAWAN

6 Juni 2011

part 1: One day on MALACCA


catatan perjalanan Sugi bersama keluarga kemarin adalah mengunjungi salah satu kota warisan dunia, UNESCO world heritage.

Mengenai sejarah Melaka mungkin bisa dicari di buku-buku literatur ataupun wikipedia, cuman Sugi pengen berbagi apa sih yang dilihat seharian kemarin?? Start jam 10 pagi waktu Melaka, saya keluar dari Guest house di Pertam Jaya (PJ). Jaraknya masih sekitar 10-15 menit dari pusat kota. Karena sulitnya transportasi, alternatif utama dan tergampang adalah TAXI. Taxi "One Malaysia" tidak lama muncul setelah saya telepon, taxinya cukup bagus menggunakan Nissan seri terbaru (kata uncle sopir taxinya sih baru jalan sebulan). Oya, taxi warna biru lebih mahal dari pada warna merah dan keduanya menggunakan argo (meters). Untuk sampai di "Rumah merah" cukup bayar RM16.

Rumah Merah adalah komplek peninggalan sejarah kota ini, memang semua bangunan dicat warna merah bata. Mulai dari pertokoan, gedung perkantoran, Museum sampai yang terkenal adalah Chris Church. Semua kawasan wisata ini tidaklah telalu jauh jaraknya, semuanya menjadi satu komplek. Pertama-tama saya turun di depan Youth Museum yang terletak disamping Christ Church. Walaupun masih pagi, sudah banyak rombongan wisatawan yang datang.

Bagunan-bagunan ini cukup bagus, seperti kebanyakan model bangunan Portugis di Asia Tenggara. Hanya saja sayang banyak mobil parkir sembarangan dan becak-becak yang penuh ornamen bunga juga menjajakan jasanya disana. Bagi saya cukup mengecewakan :(
Setelah puas ambil beberapa foto disana, kita menuju chicken rice ball di Kedai Kopi Chung Wah (rekomendasi sopir taxi tadi), letaknya persis di sebelah jembatan menuju Jonker Walk. Dan, OMG antrian panjang sampai di trotoar jalan!!! Akhirnya kita cobain cendol durian di seberangnya, San Shu Gong yang juga menjual snack buat oleh-oleh. Cendol durian dihargai RM6 per cup, isinya cendol kecil-kecil plus es serut dan gula jawa. Rasa duren tidak terlalu terasa, cocok sekali buat saya yang tidak doyan duren :)


Setelah agak sepi barulah kita ke kedai Chung Wah tadi. Memang tidak salah kalau orang-orang pada rela antri di kedai ini, nasi Hainam yang di buat bulat-bulat menyerupai bakwan ikan ini memang enak banget. Makannya bersama ayam Hainam yang disteam dengan bawang putih, cocalan sambel cukanya juga cocok di lidah. Karena udara panas siang itu, jangan lupa cobain lemon juice. Air es yang di tambah irisan jeruk lemon, seger banget!! Untuk bill makan siang itu semuanya RM25, 6 piring rice ball dan a whole steam chicken. Cukup murah.