Akhirnya hari yang ditunggu datang juga, persiapan perjalanan ini sudah kita planning sejak 2 bulan lalu seperti posting saya sebelumnya....
Pesawat kita sore itu delayed setengah jam dari jadwa semula, dan akhirnya kita mendarat di Lombok International Airport jam 19.00 waktu setempat. Airport berlokasi di daerah Praya sekitar 1 jam dari kota Mataram. Beroperasi sejak Oktober tahun lalu, bangunanya megah dengan kaca-kaca seperti layaknya airport moderen sekarang ini. Hanya saja Lombok tetap Lombok, dengan masyarakatnya yang tidak semoderen Bali.
Kita meninggalkan Airport dengan menumpangi bus Damri menuju kota Mataram, dalam perjalanan sempat berbincang dengan sopir bus dan menanyakan bagaimana kita bisa sampai ke Aikmel besok pagi. Dan, pak sopir itu langsung bersedia mengantar karena besok pagi dia membawa bus antar kota menuju ke NTB. Wah, kebetulan sekali!! Malam itu kita bermalam di hotel sebelah terminal, cukup mengesankan dengan bantal bau minyak orang-aring dan kamar yang lembab seharga 150rb semalam :)
Paginya, tidak sempat buat cari sarapan. Kita langsung berkemas dan menuju terminal yang tidak terlalu jauh dari sana. Berbekal Chitato dan sebotol aqua, kita menikmati perjalanan menuju Aikmel. Bus cukup padat dengan penduduk lokal, ada yang membawa sayuran, ayam, dus-dus yang begitu banyak, mengingatkan saya saat tinggal di Jember dulu setiap kali pulang ke Kalibaru. Perjalanan sekitar 1 jam lebih ini disuguhi hamparan sawah dan pegunungan, tentunya itu Rinjani yang menjulang tinggi dikejauhan.
Sesampai di Aikmel, perut sudah tidak bisa kompromi, sarapan nasi campur di salah satu depot yang baru buka. Legah.
Ternyata cari transport ke Sembalun itu mudah, karena banyak berjejer mobil L300 yang menawarkan. Tetapi karena mereka tau kita akan mendaki ke Rinjani dan berkulit kuning (lagi), akhirnya kita harus rela keluar kocek 150 ribu untuk sampai ke Sembalun. Padalah berdasarkan info yang saya dapat, untuk naik angkutan ini cukup membayar 10-20 ribu per orang. Tapi yah sudahlah, dari pada perjalanan ini semakin lama, semakin tersendat.
Dari Aikmel menuju Sembalun, desa terakhir sebelum mendaki ke Rinjani, memakan waktu sekitar 1 jam. Dengan pemandangan perkebunan bermacam-macam hasil alam dan beberapa desa yang kita lewati. Aku dan Antton sengaja memilih duduk di bak belakang untuk merasakan sepoi angin dan menghirup udara pepohonan pagi itu. Sebelum sampai di Sembalun, ada pemandangan dari atas sini yang cukup menabjubkan. Ya karena lokasi Sembalun yang di tengah lembah, membuat desa ini cantik sekali di kelilingi bukit dan pegunungan.
Kita diturunkan di pos pelaporan Sembalun yang merupakan pintu masuk menuju Rinjani, cukup dengan mengisi formulir dan membayar sepuluh ribu rupiah. Selesai urusan laporan, kita di antar menuju desa terdekat untuk memulai pendakian. Melewati gang pemukiman penduduk dan sepetak kebun ubi di belakang rumah tadi.....
posting berikutnya, saya akan menceritakan detail pendakian dari Sembalun menuju Plawangan...
Pesawat kita sore itu delayed setengah jam dari jadwa semula, dan akhirnya kita mendarat di Lombok International Airport jam 19.00 waktu setempat. Airport berlokasi di daerah Praya sekitar 1 jam dari kota Mataram. Beroperasi sejak Oktober tahun lalu, bangunanya megah dengan kaca-kaca seperti layaknya airport moderen sekarang ini. Hanya saja Lombok tetap Lombok, dengan masyarakatnya yang tidak semoderen Bali.
Kita meninggalkan Airport dengan menumpangi bus Damri menuju kota Mataram, dalam perjalanan sempat berbincang dengan sopir bus dan menanyakan bagaimana kita bisa sampai ke Aikmel besok pagi. Dan, pak sopir itu langsung bersedia mengantar karena besok pagi dia membawa bus antar kota menuju ke NTB. Wah, kebetulan sekali!! Malam itu kita bermalam di hotel sebelah terminal, cukup mengesankan dengan bantal bau minyak orang-aring dan kamar yang lembab seharga 150rb semalam :)
Paginya, tidak sempat buat cari sarapan. Kita langsung berkemas dan menuju terminal yang tidak terlalu jauh dari sana. Berbekal Chitato dan sebotol aqua, kita menikmati perjalanan menuju Aikmel. Bus cukup padat dengan penduduk lokal, ada yang membawa sayuran, ayam, dus-dus yang begitu banyak, mengingatkan saya saat tinggal di Jember dulu setiap kali pulang ke Kalibaru. Perjalanan sekitar 1 jam lebih ini disuguhi hamparan sawah dan pegunungan, tentunya itu Rinjani yang menjulang tinggi dikejauhan.
Sesampai di Aikmel, perut sudah tidak bisa kompromi, sarapan nasi campur di salah satu depot yang baru buka. Legah.
kota AIKMEL, menuju ke desa Sembalun dengan mengendarai mobil tumpangan sejenis L300 |
Ternyata cari transport ke Sembalun itu mudah, karena banyak berjejer mobil L300 yang menawarkan. Tetapi karena mereka tau kita akan mendaki ke Rinjani dan berkulit kuning (lagi), akhirnya kita harus rela keluar kocek 150 ribu untuk sampai ke Sembalun. Padalah berdasarkan info yang saya dapat, untuk naik angkutan ini cukup membayar 10-20 ribu per orang. Tapi yah sudahlah, dari pada perjalanan ini semakin lama, semakin tersendat.
Dari Aikmel menuju Sembalun, desa terakhir sebelum mendaki ke Rinjani, memakan waktu sekitar 1 jam. Dengan pemandangan perkebunan bermacam-macam hasil alam dan beberapa desa yang kita lewati. Aku dan Antton sengaja memilih duduk di bak belakang untuk merasakan sepoi angin dan menghirup udara pepohonan pagi itu. Sebelum sampai di Sembalun, ada pemandangan dari atas sini yang cukup menabjubkan. Ya karena lokasi Sembalun yang di tengah lembah, membuat desa ini cantik sekali di kelilingi bukit dan pegunungan.
foto milik lombokcommunity: Desa SEMBALUN dari atas bukit |
Pos lapor desa Sembalun |
memulai pendakian dari pintu Sembalun dengan padang savanah |
posting berikutnya, saya akan menceritakan detail pendakian dari Sembalun menuju Plawangan...